Tepat 100 tahun lalu, sebuah momen historis terjadi di tengah Perang Dunia pertama yang sedang berkecamuk. Pasukan Inggris dan Jerman sepakat untuk melakukan gencatan senjata untuk bersenang-senang pada saat Natal.
Kejadian tersebut kini dikenal dengan sebutan Christmans Truce yang terjadi pada 1914.
Menurut Josh Dell, jurnalis Inggris yang merupakan lulusan sejarah New College of the Humanities, kedua belah pihak saling tukar kado, melemparkan candaan, dan yang paling terkenal adalah melakukan pertandingan sepakbola.
"Ini menunjukan sesuatu yang luar biasa. Pada saat itu, para tentara untuk sementara kehilangan rasa indentitas sosial dan memilih untuk menjadi manusia biasa," tulis Dell dalam kolomnya di London Evening News.
Meski keduanya memiliki beda bahasa dan beberapa jam yang lalu hampir saling bunuh, baik tentara Inggris maupun Jerman menemukan kebahagiaan dan satu hal kecil yang mampu mempersatukan mereka: sepakbola.
Padahal, saat itu ancaman penurunan pangkat sampai eksekusi tembak mati bisa dijatuhkan pada seorang tentara kalau ketahuan bersahabat dengan musuh. Christmans Truce malah muncul sebagai fenomena di tengah desingan peluru dan dentuman bom.
Meski kebencian disampingkan, saling sindir antar kedua belah pihak masih sering terjadi. Tapi paling parah adalah saling lempar cacian saja. Yang paling terkenal adalah ucapan Letnan asal Skotlandia, Malcolm Kennedy, dari pasukan 2nd Cameronian.
Seorang tentara Jerman mengatakan pada pasukannya "Selamat Natal untuk kamu, orang Inggris!". Kennedy pun menjawab dengan nada saling sindir "Sama pada anda, Fritz, tapi saya akan memakan sosis yang dagingnya dari kuping anda," ujarnya dengan nada Skotlandia yang kental.
Tidak ada yang tahu bagaimana gencatan senjata itu mulai. Menurut salah satu saksi mata, Bertie Felstaed yang kala itu menjadi serdadu Inggris, semua diawali oleh seorang serdadu Jerman yang bernyanyi lagu Natal.
"Kami hanya dipisahkan jarak kira-kira 100 yard saat pagi hari Natal tiba. Seorang serdadu Jerman menyanyikan lagu All Through the Night, lalu para serdadu Inggris membalasnya dengan menyanyikan lagu Good King Wencelas. Pagi berikutnya, para serdadu saling menyapa," ujar Felstead bercerita, seperti yang dilansir dari BBC.
Setelah itu, tentara Jerman mulai keluar dari parit perlindungannya dan menghampiri tentara Inggris. Tanpa diperintah, mereka ikut keluar dari parit dan bergabung. Tanpa rasa takut ditembak karena mereka semua sudah terlanjut berbaur satu sama lain.
Soal bagaimana tiba-tiba permainan sepakbola dimulai, Felstead mengaku tidak ingat. Tiba-tiba semua pemain sudah berebut bola, tanpa peraturan resmi, yang penting hanya bermain melupakan perang. "Saya masih ingat bagaimana salju berantakan. Tak ada yang menjaga gawang," ujar pria yang meninggal pada 22 Juli 2001 tersebut.
Pertandingan sepakbola tersebut hanya berlangsung 30 menit saja, setelah seorang perwira Inggris berteriak mengingkatkan kalau "Kita di sini untuk melawan mereka, bukan berteman dengan mereka". Para serdadu bubar dan kembali masuk ke parit masing-masing, menunggu perintah untuk kembali menyerbu musuh yang beberapa waktu sebelumnya saling berbagi cerutu.
Ternyata, gencatan senjata dadakan ini tidak hanya terjadi di lokasi itu saja, tetapi juga terjadi di sekitar Ypres, Belgia. Sebelum kabar tersebut sampai ke jenderal Sir Horace Smith-Dorrien yang merupakan komandan pasukan British Corps II. Larangan berkomunikasi dengan tentara lawan langsung dikeluarkan, dan tradisi itu membelenggu sikap dasar manusia untuk bermain.
Setidaknya, semangat persatuan di tengah buruknya situasi bisa tercapai meski hanya sesaat. Berawal dari semangat Natal menular ke pertandingan sepakbola yang singkat. Christmans Truce pun seakan jadi bukti kalau sepakbola bisa berujung damai dan cinta, itu pun sudah terlihat di sepakbola modern.
Suporter Liverpool dan Everton saling bergandengan tangan mengingat tragedi Hillsborough. Lalu dukungan hebat publik Tottenham Hotspur ketika pemain Bolton Wanderers, Fabrice Muamba, yang mengalami serangan jantung di tengah lapangan White Hart Lane.
Belum lagi simpati suporter Sunderland, yang menyumbangkan dana amal sampai 22.000, terhadap kematian dua fans Newcaslte United di tragedi Malaysia Airlines MH17 padahal kedua tim seteru abadi.
"Kami mungkin fans Sunderland, yang memiliki rivalitas amat dalam dengan Newcastle, tapi ada hal yang jauh lebih penting dari seluruh pertandingan sepakbola," ujar salah satu suporter Blackcats kala itu.
Meski begitu, tanpa merendahkan kata-kata suporter Sunderland, dalam hal ini Christmas Truce membuktikan bahwa sepakbola menjadi sesuatu yang begitu penting di atas brutalitas perang.
Kejadian tersebut kini dikenal dengan sebutan Christmans Truce yang terjadi pada 1914.
Menurut Josh Dell, jurnalis Inggris yang merupakan lulusan sejarah New College of the Humanities, kedua belah pihak saling tukar kado, melemparkan candaan, dan yang paling terkenal adalah melakukan pertandingan sepakbola.
"Ini menunjukan sesuatu yang luar biasa. Pada saat itu, para tentara untuk sementara kehilangan rasa indentitas sosial dan memilih untuk menjadi manusia biasa," tulis Dell dalam kolomnya di London Evening News.
Meski keduanya memiliki beda bahasa dan beberapa jam yang lalu hampir saling bunuh, baik tentara Inggris maupun Jerman menemukan kebahagiaan dan satu hal kecil yang mampu mempersatukan mereka: sepakbola.
Padahal, saat itu ancaman penurunan pangkat sampai eksekusi tembak mati bisa dijatuhkan pada seorang tentara kalau ketahuan bersahabat dengan musuh. Christmans Truce malah muncul sebagai fenomena di tengah desingan peluru dan dentuman bom.
Meski kebencian disampingkan, saling sindir antar kedua belah pihak masih sering terjadi. Tapi paling parah adalah saling lempar cacian saja. Yang paling terkenal adalah ucapan Letnan asal Skotlandia, Malcolm Kennedy, dari pasukan 2nd Cameronian.
Seorang tentara Jerman mengatakan pada pasukannya "Selamat Natal untuk kamu, orang Inggris!". Kennedy pun menjawab dengan nada saling sindir "Sama pada anda, Fritz, tapi saya akan memakan sosis yang dagingnya dari kuping anda," ujarnya dengan nada Skotlandia yang kental.
Tidak ada yang tahu bagaimana gencatan senjata itu mulai. Menurut salah satu saksi mata, Bertie Felstaed yang kala itu menjadi serdadu Inggris, semua diawali oleh seorang serdadu Jerman yang bernyanyi lagu Natal.
"Kami hanya dipisahkan jarak kira-kira 100 yard saat pagi hari Natal tiba. Seorang serdadu Jerman menyanyikan lagu All Through the Night, lalu para serdadu Inggris membalasnya dengan menyanyikan lagu Good King Wencelas. Pagi berikutnya, para serdadu saling menyapa," ujar Felstead bercerita, seperti yang dilansir dari BBC.
Setelah itu, tentara Jerman mulai keluar dari parit perlindungannya dan menghampiri tentara Inggris. Tanpa diperintah, mereka ikut keluar dari parit dan bergabung. Tanpa rasa takut ditembak karena mereka semua sudah terlanjut berbaur satu sama lain.
Soal bagaimana tiba-tiba permainan sepakbola dimulai, Felstead mengaku tidak ingat. Tiba-tiba semua pemain sudah berebut bola, tanpa peraturan resmi, yang penting hanya bermain melupakan perang. "Saya masih ingat bagaimana salju berantakan. Tak ada yang menjaga gawang," ujar pria yang meninggal pada 22 Juli 2001 tersebut.
Pertandingan Sepak Bola Christmas Truce |
Ternyata, gencatan senjata dadakan ini tidak hanya terjadi di lokasi itu saja, tetapi juga terjadi di sekitar Ypres, Belgia. Sebelum kabar tersebut sampai ke jenderal Sir Horace Smith-Dorrien yang merupakan komandan pasukan British Corps II. Larangan berkomunikasi dengan tentara lawan langsung dikeluarkan, dan tradisi itu membelenggu sikap dasar manusia untuk bermain.
Setidaknya, semangat persatuan di tengah buruknya situasi bisa tercapai meski hanya sesaat. Berawal dari semangat Natal menular ke pertandingan sepakbola yang singkat. Christmans Truce pun seakan jadi bukti kalau sepakbola bisa berujung damai dan cinta, itu pun sudah terlihat di sepakbola modern.
Suporter Liverpool dan Everton saling bergandengan tangan mengingat tragedi Hillsborough. Lalu dukungan hebat publik Tottenham Hotspur ketika pemain Bolton Wanderers, Fabrice Muamba, yang mengalami serangan jantung di tengah lapangan White Hart Lane.
Belum lagi simpati suporter Sunderland, yang menyumbangkan dana amal sampai 22.000, terhadap kematian dua fans Newcaslte United di tragedi Malaysia Airlines MH17 padahal kedua tim seteru abadi.
"Kami mungkin fans Sunderland, yang memiliki rivalitas amat dalam dengan Newcastle, tapi ada hal yang jauh lebih penting dari seluruh pertandingan sepakbola," ujar salah satu suporter Blackcats kala itu.
Meski begitu, tanpa merendahkan kata-kata suporter Sunderland, dalam hal ini Christmas Truce membuktikan bahwa sepakbola menjadi sesuatu yang begitu penting di atas brutalitas perang.
Post a Comment